1. Pacuan Kuda Tradisional di Gayo, Aceh Tengah
Takengon adalah negeri kopi nan sejuk dan
memiliki panorama alam nan menakjubkan. Di negeri kopi ini, secara rutin
setiap tahun diselenggarakan kompetisi pacuan kuda yang sudah menjadi
tradisi masyarakat Gayo. Pacuan kuda tradisional sudah menjadi ritual
rutin bagi masyarakat Gayo di Aceh Tengah. Masyarakat Gayo sangat
antusias menyambut perhelatan akbar ini, meskipun tidak ada pengumuman
atau pemberitahuan. Sampai sekarang tradisi pacuan kuda Gayo ini tetap
dipertahankan oleh masyarakat Gayo sebagai bagian dari budaya Aceh yang
harus dilestarikan. Pacuan kuda di Gayo ini semakin menarik karena
joki-jokinya adalah anak dibawah 18 tahun. Dulunya joki-jokinya tidak
menggunakan alat sama sekali, sekarang mereka dilengkapi dengan pelana
dan atribut kuda lainnya.
2. Pacuan Kuda Tradisional di Sawahlunto, Sumatera Barat
Tradisi pacuan kuda dan pacuan bendi sudah
bertahan sejak lama di masyarakat Minangkabau. Hingga tahun 1970-an,
semua orang di Sumatera Barat selalu menunggu pelaksanaan hiburan rakyat
berupa pacuan kuda yang disebut-sebut olahraga para raja itu. Dalam
catatan sejarah, tradisi pacuan kuda di Sumatera Barat ini sudah ada
sejak zaman penjajahan Belanda. Setidaknya ada bukti foto pacuan kereta
kuda di Bukittinggi pada tahun 1911. Meskipun masih diselenggarakan
secara rutin, perlahan-lahan tradisi pacuan kuda di Sumatera Barat mulai
kurang peminatnya. Pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan
populasi kuda balap, khususnya bagi kabupaten yang memiliki
gelanggang pacuan kuda, seperti Payakumbuh, Solok, Padang Panjang, Tanah
Datar, Pariaman, dan Sawahlunto.
3. Pacuan Kuda Tradisional di Bone, Sulawesi Selatan
Di Desa Melle, Kecamatan Palakka, Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan, tradisi pacuan kuda tradisional juga masih
dilestarikan. Pacuan kuda di Bone ini diselenggarakan sebagai bentuk
rasa suka cita warga setelah panen raya. Namun kadang acara pacuan kuda
ini juga diadakan ketika gagal panen untuk menghibur warganya. Meskipun
tidak ada hadiah yang diperebutkan, warga setempat berbondong-bondong
menyaksikan acara pacuan kuda yang tidak menggunakan gelanggang ini.
Para joki pun tidak menggunakan peralatan balap kuda seperti biasanya.
Sayangnya sekarang tradisi ini mulai sepi pengunjung karena kurangnya
masyarakat setempat yang memelihara ternak kuda sebagai hewan pacuan
atau tunggangan. Alhasil peserta pacuan kuda di Bone ini hanya sampai
belasan kuda balap saja.
4. Pacuan Kuda Tradisional di Bangkalan, Madura, Jawa Timur
Meski lebih terkenal dengan karapan sapi,
Madura ternyata juga memiliki tradisi pacuan kuda tradisional. Di
Bangkalan, Madura, perlombaan pacuan kuda biasanya mengitari arena
dengan jarak tempuh 800 meter. Setiap joki yang menunggang kuda balap
tidak dilengkapi dengan peralatan pengaman seperti sepatu, pelana, dan
helm. Tidak seperti pacuan kuda umumnya, pacuan kuda di Madura ini
memiliki peraturan yang sedikit berbeda, di mana kuda balap berpacu
dengan jarak tempuh sekitar 300 meter yang lurus. Tidak ada trek yang
berputar seperti gelanggang pada umumnya. Uniknya sebelum bertanding,
joki harus meminta seorang kiai untuk memberi nama bagi kuda balapnya.
Selain menghormati para kiai, para joki yang hendak bertanding juga
meminta doa agar kuda balapnya bisa menang.
5. Pacuan Kuda Tradisional di Rembang, Jawa Tengah
Di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pacuan
kuda menjadi salah satu tradisi lokal dari beberapa desa yang masih
dilestarikan oleh warga setempat. Konon, tradisi pacuan kuda di Rembang
ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Ketika itu Pangeran Sri
Sawardana, adik penguasa Lasem, Bhree Lasem (Dewi Indu, berniat
membentuk prajurit yang ahli menunggang kuda. Selain itu tradisi pacuan
kuda di Rembang ini juga dianggap sebagai ungkapan syukut masyarakat
setelah bisa menikmati rezeki dari Tuhan. Biasanya acara pacuan kuda di
Rembang diadakan setelah panen raya. Tradisi yang masih dipertahankan
masyarakat pesisir utara Jawa Tengah ini terus dipertahankan karena juga
dijadikan daya tarik wisatawan, meskipun masih memerlukan dukungan dari
pemerintah setempat.
6. Pacuan Kuda Tradisional di Polewali Mandar, Sulawesi Barat
Selain di Bone, Sulawesi Selatan,
masyarakat Sulawesi Barat juga memiliki tradisi pacuan kuda di Kabupaten
Polewali Mandar. Awal tahun ini lomba pacuan kuda diadakan di Desa
Manding, Kabupaten Polewali Mandar, pada tanggal 4-5 Januari 2014. Lomba
pacuan kuda ini meriah karena pemenangnya berhak memperoleh Piala
Bupati Cup. Selain hadiahnya, para joki yang ikut juga tertantang untuk
menakhlukkan lintasan berkelok dan licin. Selain itu, melestarikan
tradisi pacuan kuda juga menjadi kebanggaan bagi para joki itu.
Untungnya pemerintah setempat memberikan dukungan agar tradisi ini tetap
lestari. Tidak hanya menarik bagi penduduk setempat, pacuan kuda di
Polewali Mandar ini juga didatangi oleh penonton dari Pinrang, Soppeng,
Jeneponto, Bone, Sidrap, Majene dan Mamuju.
7. Pacuan Kuda Tradisional di Kuningan, Jawa Barat
Di Jawa Barat, tradisi pacuan kuda tersebar
hampir di semua kabupaten, mulai dari Ciamis, Kuningan, Garut, hingga
Sumedang. Biasanya acara pacuan kuda di Jawa Barat diselenggarakan untuk
memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Kuningan, yang diberi
gelar sebagai kota kuda, selalu rutin mengadakan acara pacuan kuda
tradisional. Uniknya, pacuan kuda di Kuningan ini hanya diikuti oleh
para kusir yang sehari-hari bekerja menarik dokar. Atlet pacuan kuda
profesional tidak boleh ikut dalam pacuan kuda tradisional ini. Tidak
jarang para joki jatuh tersungkur ke tanah karena tidak bisa menguasai
kuda balapnya, maklum mereka kan bukan joki profesional. Acara pacuan
kuda ini secara rutin diadakan di Sirkuit Nini Kuningan.
8. Pacuan Kuda di Sumbawa, Nusa Tenggara Timur
Inilah pacuan kuda tradisional yang sudah
terkenal sampai ke mancanegara, Main Jaran di Sumbawa. Di Sumbawa,
pacuan kuda sudah lama diadakan secara turun-temurun di setiap desa.
Setiap tahun acara pacuan kuda selalu ramai dikunjungi orang dari
berbagai penjuru kota. Penontonnya pun datang dari banyak daerah. Setiap
desa di Sumbawa memiliki kerato, sebuah lapangan pacuan kuda. Hampir
setiap rumah memiliki kuda tunggangan yang terlatih. Pacuan kuda ini
hanya diikuti oleh joki cilik yang berusia 6-12 tahun. Setiap joki cilik
ini dilengkapi dengan masker, helm, dan baju lengan panjang layaknya
joki profesional. Para joki cilik ini dengan gagah berani memperlihatkan
kebolehannya mengendalikan kuda balapnya sekaligus memperebutkan hadiah
jutaan rupiah.